Sejarah Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Secara
geologi, wilayah Indonesia modern muncul kira-kira sekitar masa Pleistocene
ketika masih terhubung dengan Asia Daratan. Pemukim pertama wilayah tersebut
yang diketahui adalah manusia Jawa pada masa sekitar 500.000 tahun lalu.
Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es
setelah berakhirnya Zaman Es.
Periode
dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial,
munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang
terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa
(terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan
oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan
abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945)
sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan
Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.
Dari
latar belakang diatas, penulis mencoba membahas bagaimana sejarah yang terjadi
di Indonesia dari masa sebelum kemerdekaan sampai pada masa sesudah
kemerdekaan. Sehingga menjadi pelajaran dan menambah wawasan kita dalam
memahami bagaimana sesungguhnya sejara Indonesia yang terjadi.
BAB
II
PEMBAHASAN
- A. Sejarah Indonesia Sebelum Kemerdekaan
- 1. Masa Portugis
Sebelum
merdeka, negara Indonesia merasakan pahitnya penjajahan oleh beberapa negara
asing. Dimulai dari Portugis yang pertama kali tiba di Malaka pada tahun 1509.
Portugis berhasil menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511 yang dipimpin oleh Alfonso
de Albuquerque. Setelah menguasai Malaka, portugis mulai bergerak dari
Madura sampai ke Ternate. Bangsa Indonesia melakukan berbagai perlawanan
terhadap Portugis. Salah satu perlawan yang terkenal adalah perlawan Fatahillah
yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta). Fatahillah berhasil
memukul mundur bangsa Portugis dan mengambil kembali Sunda Kelapa. Setelah itu
nama Sunda Kelapa diubah oleh Fatahillah menjadi Jayakarta.
- 2. Masa Spanyol
Keberhasilan
Portugis mendorong bangsa Eropa yang lain untuk ikut mencari untung. Kalau
Portugis lebih memusatkan perhatian di Ternate, Spanyol lebih tertarik
bersekutu dengan Tidore. Terjadilah persaingan antara Portugis dan Spanyol di
kawasan Maluku. Spanyol kemudian membangun benteng di Tidore. Pembangunan
benteng ini semakin memperuncing persaingan persekutuan Portugis dan Ternate
dengan Spanyol dan Tidore. Akhirnya pada tahun 1527 terjadilah pertempuran
antara Ternate dengan bantuan Portugis melawan Tidore yang dibantu oleh
Spanyol. Benteng yang dibangun Spanyol di Tidore dapat direbut oleh persekutuan
Ternate dan Portugis.
Portugis
dan Spanyol menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat persaingan itu. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1534 keduanya menyepakati diadakanlah
Perjanjian Saragosa. Isi perjanjian itu antara lain;
- Maluku menjadi daerah pengaruh dan kegiatan Portugis
- Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan diri di Filipina
Perjanjian
ini semakin mengokohkan kedudukan Portugis di Maluku. Dalam melaksanakan
monopoli perdagangan, Portugis juga memiliki ambisi untuk menanamkan kekuasaan
di Maluku. Itulah sebabnya, rakyat dan raja Ternate kemudian menentang
Portugis.
- Masa Belanda
Masa
penjajahan Portugis berakhir pada tahun 1602 setelah Belanda masuk ke
Indonesia. Belanda masuk ke Indonesia melalui Banten di bawah pimpinan Cornelius
de Houtman. Belanda ingin menguasai pasar rempah-rempah di Indonesia dengan
mendirikan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Banten pada tahun
1602. Karena pasar di Banten mendapat saingan dari pedagang tionghoa dan
inggris maka kantor VOC pindah ke Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, VOC
mendapat perlawanan dari Sultan Hasanuddin. Setelah berpindah-pindah tempat,
akhirnya VOC sampai d Yogyakarta. Di Yogyakarta, VOC menandatangani perjanjian
Giyanti yang isinya adalah Belanda mengakui mangkubumi sebagai Sultan
Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti juga memecah kerajaan Mataram menjadi
Kasunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Lalu, akhirnya VOC dibubarkan pada
tanggal 1 Januari 1800 setelah Belanda kalah dari Perancis.
Setelah
VOC dibubarkan, penjajahan Belanda tidak berhenti. Belanda menunjuk Daendels
sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Pada masa Deandels, masyarakat
Indonesia dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer sampai Panarukan. Namun
masa pemerintahan Daendels tidak berlangsung lama dan digantikan oleh Johannes
van den Bosch. Van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur
stelsel). Dalam sistem tanam paksa, setiap desa harus menyisihkan sebagian
tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil
tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah
dipastikan (20%) dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.
- Masa Jepang
Setelah
350 tahun Belanda menguasai Indonesia, pemerintahan Belanda di Indonesia
digantikan oleh bangsa Jepang. Belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang
melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret 1942. Masa pendudukan Jepang
dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada 17 agustus 1945. Di Indonesia, Jepang
membentuk beberapa organisasi. Organisasi yang dibuat Jepang antara lain adalah
PETA (Pembela Tanah Air), Heiho (pasukan Indonesia buatan Jepang), PUTERA, Jawa
Hokokai (pengganti Putera).
Pada
awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan hangat oleh bangsa
Indonesia. Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Negara
imperialis lainnya. Jepang termasuk negara imperialis baru, seperti Jerman dan
Italia. Sebagai Negara imperialis baru, Jepang membutuhkan bahan-bahan mentah
untuk memenuhi kebutuhan industrinya dan pasar bagi barang-barang industrinya.
Oleh karena itu, daerah jajahan menjadi sangat penting artinya bagi kemajuan
industri Jepang. Apalah arti kemajuan industry apabila tidak didukung dengan
bahan mentah (baku) yang cukup dengan harga yang murah dan pasar barang hasil
industri yang luas. Dengan demikian, jelas bahwa tujuan kedatangan Balatentara
Jepang ke Indonesia adalah untuk menanamkan kekuasaannya, untuk menjajah
Indonesia. Artinya, pengakuan sebagai ‘saudara tua’ merupakan semboyan yang
penuh kepalsuan. Hal itu dapat dibuktikan dari beberapa kenyataan yang terjadi
selama pendudukan Balatentara Jepang di Indonesia. Bahkan, perlakuan pasukan
Jepang lebih kejam sehingga bangsa Indonesia mengalami kesengsaraan.
- Perlawanan rakyat terhadap penjajah
Perlawanan
terhadap penjajahan Jepang banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Di
daerah Cot Plieng Aceh perlawanan terhadap Jepang dipimpin oleh Tengku Abdul
Jalil (seorang guru ngaji di daerah tersebut). Usaha Jepang untuk membujuk sang
ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta
sewaktu rakyat sedang melaksanakan shalat Subuh. Dengan persenjataan
sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur
pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua,
berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang
berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil)
berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat
sedang shalat.
Perlawanan
lain yang terkenal lainnya adalah perlawanan PETA di daerah Blitar, Jawa Timur.
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr.
Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha
maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan.
Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di
samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan
prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan
yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel
Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan
pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya
disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
- Persiapan kemerdekaan
Pemerintahan
Jepang di Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu di Perang
Dunia II. Dua kota di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom oleh
tentara sekutu. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu
Junbi Cosakai yang diketuai oleh Radjiman Widyodiningrat. Nama BPUPKI
diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu
Junbi Inkai untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan bangsa Indonesia
untuk merdeka.
Soekarno,
Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Namun pada tanggal 10 Agustus 1945,
Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah
Jepang.
Saat
Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap
hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap
saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam
kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada
Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang
memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para
pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak
berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sementara
itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan
oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang. Setelah mendengar Jepang
menyerah pada tanggal 14 Agustus 1945, golongan muda mendesak golongan tua
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak
ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada
saat proklamasi. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke rumah
Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara. Maeda menyambut kedatangan
mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat.
Sepulang
dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di
kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang
menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan
para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi
tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak
tahu telah terjadiperistiwa Rengasdengklok.
Para
pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni,
dan Wikana
berdiskusi dengan Ibrahim dan pada dini hari tanggal 16
Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang
anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati
dan Guntur
yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal
sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka
kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah
siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di
Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr.
Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo
menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka
diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru
memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah
tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des
Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk
pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai
tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Naskah
asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen
Nasional
Perundingan
antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks
proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda jln Imam Bonjol No
1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan
Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri.
Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Teks
Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus
1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain
Soewirjo, Wilopo,
Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah
dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi,
pimpinan Barisan Pelopor.
Pada
awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia
menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang
prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA,
dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi
muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati
beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia
Raya. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di
Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah
upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan
Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka
tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka
menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta
memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD)
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian.
Setelah
itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia
yang pertama.
- B. Sejarah Indonesia Sesudah Merdeka
- 1. Konflik Indonesia dan Belanda
Atas
nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung
Karno didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah
maju sudah ada pada genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan
tersebut. Sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia
mendapat simpati dari bangsa-bangsa di dunia. Hal ini tampak dari adanya
pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah
negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang
Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai
Wakil Presiden.
Semula
rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka
mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands
Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook
ikut di dalamnya,sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA
adalah organisasi yang didirkanorang-orang Belanda yang melarikan diri ke
Australiasetelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan
dan berpusat di Australia.
Keadaan
bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas Oleh
Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia
menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA
dan Sekutu. Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh
Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) ternyata memiliki agenda yang
terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru diboncengi oleh NICA yang tidak
lain adalah orang-orang Belanda yang ketika Jepang dating melarikan diri ke Australia
dan membentuk kekuatan di sana. Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan
kembali Hindia Belanda. Dengan demikian sikap Indonesia yang semula menerima
kedatangan Sekutu menjadi penuh kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi
permusuhan.
- Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Peristiwa
di Surabaya itu merupakan rangkaian peristiwa yang dimulai sejak kedatangan
pasukan Sekutu dengan bendera AFNEI di Jawa Timur. Khusus untuk Surabaya,
Sekutu menempatkan Brigade 49, yaitu bagian dari divisi ke-23 Sekutu. Brigade
49 dipimpin Brigjen A.W.S. Mallaby yang mendarat 25 Oktober 1945. Pada mulanya
pemerintah Jawa Timur enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian dibuat
kesepakatan antara Gubernur Jawa Timur R.M.T.A.
Suryo
dengan Brigjen A.W.S. Mallaby. Kesepakatan itu adalah sebagai berikut.
1)
Inggris berjanji tidak mengikutsertakan angkatan perang Belanda
2)
Menjalin kerja sama kedua pihak untuk menciptakan kemanan dan ketentraman
3)
Akan dibentuk kontrak biro
4)
Inggris akan melucuti senjata Jepang
Dengan
kesepakatan itu, Inggris diperkenankan memasuki kota Surabaya. Ternyata pihak
Inggris ingkar janji. Itu terlihat dari penyerbuan penjara Kalisosok 26 Oktober
1945. Inggris menduduki pangkalan udara Tanjung Perak tanggal 27 Oktober 1945,
serta menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa
Timur menyerahkan senjatasenjata mereka. Kontrak senjata antar Sekutu dan
rakyat Surabaya sudah terjadi sejak 27 Oktober 1945. Karena terjadi kontak
senjata yang dikhawatirkan meluas, Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden
Moh. Hatta mengadakan perundingan. Kedua belah pihak merumuskan hasil
perundingan sebagai berikut.
1)
Surat-surat selebaran/pamflet dianggap tidak berlaku
2)
Serikat mengakui keberadaan TKR dan Polisi Indonesia
3)
Seluruh kota Surabaya tidak lagi dijaga oleh Serikat, sedangkan kampkamp
tawanan dijaga bersama-sama Serikat dan TKR
4)
Tanjung Perak dijaga bersama TKR, Serikat, dan Polisi Indonesia
Walaupun
sudah terjadi perundingan, akan tetapi di berbagai tempat di kota Surabaya
tetap terjadi bentrok senjata antara Serikat dan rakyat Surabaya yang
bersenjata. Pertempuran seru terjadi di Gedung Bank Internatio di Jembatan
Merah. Gedung itu dikepung oleh para pemuda yang menuntut agar pasukan A.W.S.
Mallaby menyerah. Tuntutan para pemuda itu ditolak pasukan Serikat. Karena
begitu gencarnya pertempuran di sana, akibatnya terjadi kejadian fatal, yaitu
meninggalnya A.W.S. Mallany tertusuk bayonet dan bambu runcing.
Peristiwa
ini terjadi tanggal 30 Oktober 1945. Dengan meninggalnya A.W.S. Mallaby, pihak
Inggris memperingatkan rakyat Surabaya dan meminta pertanggungjawaban. Mereka
mengancam agar rakyat Surabaya menyerah dan akan dihancurkan apabila tidak
mengindahkan seruan itu. Ultimatum Inggris bermakna ancaman balas dendam atas
pembunuhan A.W.S. Mallaby disertai perintah melapor ke tempat-tempat yang
ditentukan. Disamping itu, pemuda bersenjata harus menyerahkan senjatanya.
Ultimatum Inggris itu secara resmi ditolak rakyat Surabaya melalui pernyataan
Gubernur Soerjo. Karena penolakan itu, pertempuran tidak terhindarkan lagi,
maka pecahlah pertempuran pada tanggal 10 November 1945.
Sekutu
mengerahkan pasukan infantri dengan senjata-senjata berat. Peristiwa heroik ini
berlangsung hampir tiga minggu. Dalam pertempuran tersebut, melalui siaran
radio, Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo. Pertempuran yang memakan
korban banyak dari pihak bangsa Indonesia ini diperingati sebagai Hari Pahlawan
setiap tanggal 10 November. Peringatan itu merupakan komitmen bangsa Indonesia
yang berupa penghargaan terhadap kepahlawanan rakyat Surabaya sekaligus
mencerminkan tekad perjuangan seluruh bangsa Indonesia.
- Pertempuran Ambarawa
Pertempuran
ini berlangsung tanggal 20 November sampai dengan 15 Desember 1945 antara TKR
dan pasukan Inggris. Peristiwa itu berawal dari kedatangan tentara sekutu di
Semarang tanggal 20 Oktober 1945. Tujuan semula pasukan itu adalah mengurus
tawanan perang. Akan tetapi, ternyata mereka diboncengi oleh NICA yang kemudian
mempersenjatai para tawanan.
Di
Ambarawa tanggal 20 Oktober 1945 pecahlah pertempuran antara TKR yang dipimpin
Mayor Sumarto dengan tentara Serikat. Dalam pertempuran itu gugur Letkol
Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Kolonel Isdiman, komando
pasukan diambil alih oleh Letnan Kolonel Sudirman yang saat itu menjabat sebagi
panglima divisi Banyumas. Pasukan Serikat menggunakan para tawanan Jepang yang
telah dipersenjatai untuk ikut bertempur. Mereka juga mengerahkan tank dan senjata
berat lainnya.
Pada
tanggal 12 Desember 1945, pasukan Indonesia melancarkan serangan serentak.
Setelah bertempur selama empat hari, akhirnya pasukan Indonesia berhasil
mengusir tentara Serikat dari Ambarawa dan memukul mundur mereka sampai
Semarang. Melalui pertempuran ini nama Sudirman mula terangkat. Ketika terjadi
pemilihan pimpinan tentara di Yogyakarta, Sudirman dapat mengalahkan Urip
Somoharjo.
- Medan Area
Mr.
Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya.
Tugas pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan
dan membentuk Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena
itu, mulai dilakukan pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti
senjata dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di
Medan mendarat pasukan Serikat yang diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia
dan Barisan Pemuda segera membentuk TKR di Medan. Pertempuran pertama pecah
tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah putih diinjak-injak oleh tamu di
sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga
mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang
NICA. Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan.
Peristiwa kepahlawanan ini kemudian dikenal
sebagai
pertempuran “Medan Area”.
- Bandung Lautan Api
Istilah
Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat
politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret
1946 setelah ada ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di
kota-kota lainnya, di Bandung juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang.
Di pihak lain, tentara Serikat menghendaki agar persenjataan yang telah
dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka. Para pejuang akhirnya
meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota Bandung.
Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
- 2. Tragedi Nasional (Masa Orde Lama)
Tragedi
nasional adalah suatu rangkaian peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia.
Tragedi ini tentu membawa akibat yang sangat merugikan dan menyengsarakan
rakyat Indonesia. Peristiwa-demi peristiwa terjadi pada bangsa Indonesia
sekaligus merupakan ancaman, tantangan dan hambatan. Peristiwa-peristiwa
tersebut sangat mengganggu upaya menata kembali bangsa Indonesia setelah
mencapai kemerdekaan.
- Pemberontakan PKI Madiun 1948
Peristiwa
Madiun tidak dapat dipisahkan dari pembentukn Fron Demokrasi Rakyat (FDR) pada
tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah kumpulan beberapa partai seperti partai
Sosialis, Pesindo, partaiBuruh, PKI dan Sobsi. Peristiwa Madiun itu diawali
dari kota Solo yang dilakukan oleh para pengikut Muso dan Amir SyarifuddinPada
tahun 1948 Muso kembali dari Rusia. Sekembalinya itu Musobergabung dengan
Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang diberikan pada para anggota PKI adalah
mengadu domba kesatuan nasional denganmenyebarkan teror. . Pada tanggal 18
September 1948 di Madiun tokoh-tokoh PKI memproklamirkan berdirinya Republik
Soviet Indonesia. Orang-orang yang dianggap musuh politiknya dibunuh oleh PKI.
Dengan
terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil
tindakan tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah
mengangkat Gubernur Militer Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang,
Pati dan Madiun. Walaupun dalam menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa
Madiun menelan banyak korban, namun tindakan itu demi mempertahankan
Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi terhadap Republik
Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan pemberontakan yang
sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.
- Pembontakan Maluku Selatan (RMS)
Salah
seorang yang juga menjadi dalang dalam pemberontakan Andi Aziz adalah Dr. Chr.
R.S. Soumokil datang ke Ambon. Ketika itu Soumokil menjabat sebagai Jaksa Agung
Negara Bagian Indonesia Timut (NIT). Dia mempengaruhi pada anggota KNIL agar
membentuk Republik Maluku Selatan (RMS). RMS kemudian diproklamasikan pada
tanggal 25 April 1950. Pemerintah berusaha mengakhiri teror yang dilakukan oleh
gerombolan RMS terhadap rakyat Maluku Tengah. Walaupun sudah dilakukan upaya
damai, namun RMS tetap melakukan terror terhadap rakyat.
Pemerintah
kemudian mengambil jalan dengan mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan
tersebut. Pada 14 Juli 1950 pasukan dari APRIS mulai mendarat di Maluku. Pada
bulan Desember 1950 seluruh Maluku Tengah dapat dikuasai oleh APRIS. Para
pemberontak melarikan diri ke pulau Seram. Pada tanggal 2 Desember 1953 Somoukil
dapat ditangkap dan dalam Mahkamah Militer Luar Biasa dia dijatuhi hukuman
dengan pidana mati.
- Gerakan 30 September 1965 (G.30 S / PKI)
Sebagai
fakta sejarah setiap orang Indonesia tidak akan melupakannya, bahwa di negara
ini pernah terjadi peristiwa di tahun 1965 yang dikenal dengan nama Gerakan 30
September yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (G30 S/PKI) . Pada dini
hari 1 Oktober 1965 mereka membunuh enam perwira tinggi dan seorang perwira
pertama Angkatan Darat. Kesemuanya dibawa ke Desa Lubang Buaya sebelah Selatan
pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma. Mereka itu adalah:
- Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Letnan Jenderal Ahmad yani
- Deputy II Men/Pangad, Mayor Jenderal R.Soeprapto
- Deputy III Men/Pangad, Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo
- Asisten I Men/Pangad, Mayor Jenderal Siswodo Parman
- Asisten IV Men/Pangad Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan
- Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo.
- Letnan Satu Pierre Andrean Tendean
Peristiwa
G 30 S/PKI ternyata menjadi pemicu aksi protes terhadap kepemimpinan Soekarno,
bahkan dituduhkan bahwa Soekarno ada di balik peristiwa tersebut. Aksi-aksi
tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S/PKI semakin
meningkat. Gerakan tersebut dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda, mahasiswa dan
pelajar KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Aksi mogok demonstrasi mulai
dilaksanakan pada tanggal 10 Januari 1966 di halaman Universitas Indonesia.
KAMI
mengajukan tuntutan kepada pemerintah di antaranya, (1) mencabut keputusan
tentang naiknya harga bensin, minyak tanah, tarif postel, kereta api dan
angkutan umum, (2)membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya dan (3)menghentikan
pembantu-pembantu presiden yang tidak kompeten. Pada 11 januari 1966, para
mahasiswa mulai mogok kuliah, menghentikan kendaraan bermotor sehingga
kendaraan dari Jalan Salemba sampai di muka Hotel Indonesia macet total.
Di
samping itu juga mereka melakukan aksi corat-coret serta tempelantempelan pada
kendaraan-kendaraan bermotor yang antara lain berbunyi mengecam kepemimpinan
Soekarno dan PKI. Mereka bertekad akan terus mogok sampai tuntutan mereka
terpenuhi. Khususnya kendaraan-kendaraan ABRI diberi jalan dan disambut dengan
meriah “hidup ABRI”. Peranan Amerika nampaknya besar di balik peristiwa ini,
sebagai introspeksi diri bahwa semua ini terjadi karena kondisi politik di
dalam negeri tidak stabil. Dari aksi para mahasiswa tersebut menghasilkan
sebuah keputusan politik bersama yang dikenal dengan nama Tri Tura (Tiga
Tuntutan Rakyat) yang isinya:
- Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya yang bernaung dibawahnya
- Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI
- Turunkan harga/perbaikan ekonomi
Untuk
menjawab tuntutan tersebut maka Kabinet Dwikora mengadakan sidangnya di Istana
Negara pada hari Jumat tanggal 11 Maret 1966 yang dipimpin oleh Soekarno.
Sidang dimulai pukul 09.00, semua menteri nampak semua hadir, kecuali Menteri
Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal Soeharto karena sakit flu.
Presiden
Sukarno mendapat laporan bahwa di luar istana terdapat pasukan liar dengan
kekuatan satu kompi mengepung istana. Ia langsung berhenti memimpin sidang,
kemudian berangkat ke Istana Bogor. Sidang kemudian dilanjutkan oleh Dr. Leimena
untuk kemudian ditutup sehingga dapat dikatakan sidang ini gagal. Melihat
kejadian ini maka Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Amir Mahmud dan Brigjen
M.Yusuf segera melaporkan situasi yang terjadi di Istana kepada Letjen
Soeharto. Ketiga perwira itu juga meminta ijin kepada Menteri/Pangad untuk
menemui Presiden Soekarno di Bogor guna melaporkan situasi sebenarnya di
Jakarta.
Sore
hari ketiga perwira itu menghadap Presiden yang didampingi oleh Dr. Soebandrio,
Dr. Chairul Saleh dan Dr. Leimena, sementara itu ke Bogor disusul oleh ajudan
Presiden Brigadir Jenderal M.Sabur. Ketiga perwira ini mencoba menyakinkan
presiden bahwa satu-satunya orang yang dapat menguasai siatuasi dewasa ini
ialah Letjen Soeharto. Maka diajukan saran agar Presiden memberikan wewenang kepada
Letjen Soeharto mengambil langkah-langkah pengamanan dan penertiban keadaan.
Dan
setelah mengadakan pembicaraan dan pembahasan yang cukup mendalam akhirnya
Presiden Soekarno pada tanggal 11 Marret 1966 memberikan surat perintah kepada
Letnan Jenderal Soeharto, surat mini dikenal dengan nama Supersemar. Secara
umum Supersemar mempunyai arti penting, di antaranya:
- Keluarnya Supersemar merupakan tonggak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena dalam periodisasi sejarah Indonesia mulai dikenal Orde Baru.
- Dengan Supersemar menyebabkan Letnan Jenderal Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.
- Berlandaskan Supersemar Letnan Jenderal
Soeharto
harus mengambil langkah-langkah yang penting dan memberi arah baru kepada
perjalanan hidup bangsa dan negara.
- 3. Orde Baru dan Perkembangan Dalam Bidang politik, ekonomi dan Social Budaya
Keluarnya
Supersemar merupakan awal dari Orde Baru dan sesuai dengan isi dari Supersemar
sejak 11 Maret 1966 Letnan Jendral Soeharto sudah mempunyai hak dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan isi Supersemar. Karena itu berdasarkan Supersemar
menjadi landasan yuridis Letnan Jenderal Soeharto mengambil langkah-langkah di
segala bidang demi keselamatan negara.
- Perkembangan Dalam Bidang Politik
Langkah
berikutnya tanggal 18 Maret 1966 yaitu pengamanan dan penangkapan terhadap lima
belas mentri Kabinet Dwikora yang terlibat dalam persitiwa di tahun 1965.
Kelimabelas mentri tersebut adalah Dr. Soebandrio, Dr. Chairul Saleh, Ir.
Setiadi Reksoprodjo, Sumardjo, Oei Tju Tat, SH., Ir. Surachman, Yusuf Muda
Dalam, Armunanto, Sutomo Martopradoto, A. Astrawinata,SH., Mayor Jenderal
Achmadi, Drs. Moh. Achadi, Letnan Kolonel Sjafei, J.K. Tumakaka, dan Mayor
Jendral Dr. Soemarno.
Langkah
berikutnya adalah pada tanggal 25 Juli 1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera
sebagai pengganti Kabinet Dwikora. Adapun tugas pokok dari Kabinet Ampera
dikenal dengan nama Dwidharma yaitu dalam rangka mewujudkan stabilitas politik
dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugas ini maka penjabarannya tertuang dalam
program Kabinet Ampera yang dikenal dengan nama Catur Karya, meliputi:
- Memperbaiki perikehidupan rakyat, terutama dalam bidang sandang dan Pangan
- Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966
- Melaksanaka politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketatapan MPRS No.XI/MPRS/1966, dan
- Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dan
pada tanggal 11 Agustus 1966 melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan
dengan Malaysia, yang pernah putus sejak 17 September 1963. Persetujuan
normalisasi hubungan tersebut merupakan hasil perundingan Bangkok (29 Mei- 1
Juni 1966). Dalam sidang umum MPRS tanggal 20 Juni 1966 Soekarno dimintak
menyampaikan pidato pertanggungjawabannya terkait dengan peristiwa yang terjadi
pada tanggal 1 Oktober 1965. Dalam pertanggungjawaban ini Soekarno berpidato
dengan nama NAWAKSARA yang artinya sembilan pasal. Pidato Presiden Soekarno
tersebut diatas tidak dapat diterima oleh MPRS, sehingga MPRS memberikan waktu
kepada Presiden Soekarno untuk menyempurnakan lagi pada tanggal 10 januari 1967
yang disebut PELENGKAP NAWAKSARA yang dituangkan dalam Surat Presiden Republik
Indonesia No. 01/Pres/1967. Disini nampak terjadi pergeseran peranan MPRS di
hadapan pemegang Supersemar yang tidak sesuai dengan UUD tahun 1945.
Dalam
Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan 4 ketetapan, diantaranya Ketetapan MPRS
No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan Pemerintahan Negara dari
Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto pemegang Tap MPRS No.
IX/MPRS/1966 sebagai Pejabat Presiden hingga dipilihnya Presiden oleh MPR hasil
Pemilu. Dan pada tanggal 27 Maret 1968 dilakukan pelantikan Jendral Soeharto
pengemban Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia yang
kedua.
- Perkembangan Dalam Bidang Ekonomi
Dalam
upaya pembangunan dalam bidang ekonomi Orde Baru dilaksanakan melalui REPELITA
(Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai pada tanggal 1 April 1969. Sektor
pertanian merupakan sektor yang terbesar dalam ekonomi Indonesia. Kurang lebih
55% dari produksi nasional berasal dari sector pertanian, sedangkan 75%
penduduk memperoleh penghidupan dari sector pertanian. Kedudukan yang
menentukan dari sektor pertanian dapat dilihat juga dari sumbangan penghasilan
devisa negara. Lebih 60% dari ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian.
Sebagai sektor terbesar dalam ekonomi Indonesia maka sektor pertanian merupakan
landasan bagi setiap usaha pembangunan. Sasaran pembangunan dirumuskan secara
sederhana dalam Repelita ini yaitu:
- Pangan
- Sandang
- Perbaikan prasarana
- Perumahan rakyat
- Perluasan lapangan kerja; dan
- Kesejahtraan rohani.
Pelaksanaan
pembangunan ini bertumpu pada Trilogi Pembangunan yaitu:
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
- Perkembangan Dalam Bidang Sosial-Budaya.
Masa
Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat digambarkan
dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai
2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan
menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia
mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an
harapan hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian
bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap
1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau
RT.
Kebinekaan
Indonesia dari berbagai hal (suku, agama, ras, budaya, antar golongan dsb.)
yang mempunyai peluang yang tinggi akan terjadinya konflik, maka masa Orde Baru
memunculkan kebijakan yang terkait dengan pemahaman dan pengamalan terhadap
dasar negara Pancasila. Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 ditetapkan
tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia
Pancakarsa). Dengan Pancasila akan dapat memberikan kekuatan, jiwa kepada
bangsa Indonesia serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir dan batin yang
makin baik menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Dengan
penghayatan terhadap Pancasila oleh manusia Indonesia akan terasa dan
terwujudlah Pancasila dalam kehidupan masyarakat bangsa Indonesia. Karena
itulah diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi penuntun dan pegangan hidup
bagi sikap dan tingkah laku setiap orang Indonesia. Untuk melaksanakan semua
ini dilakukanlah penataran-penataran baik melalui cara-cara formal, maupun
non-formal sehingga di tradisikan sebagai gerakan Budaya.
- 4. Raformasi
Faktor-faktor
yang menyebabkan pemerintahan Orde Baru harus mengakhiri kekuasaannya sama
persis dengan faktor-faktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Secara
substansial, berakhirnya pemerintahan Orde Baru lebih disebabkan oleh
ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara.
Artinya, apabila pemerintahan Presiden Suharto mampu mengatasi segala persoalan
bangsa dan negara, niscaya gerakan reformasi tidak akan terjadi. Selama ini,
pemerintahan Orde Baru sering mengklaim telah berhasil meningkatkan produksi
nasional, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, dan berbagai
keberhasilan di bidang fisik dan non fisik, seperti perbaikan sarana
transportasi, perumahan, perekonomian, olah raga, pendidikan, dan kesehatan.
Gambaran
tentang keberhasilan pembangunan nasional sering dijadikan slogan bahwa
pemerintahan Orde Baru telah berhasil mengubah kondisi kehidupan yang lebih
baik dibandingkan dengan pemerintahan orde lama. Namun, pemerintahan Orde Baru
tidak memberikan gambaran yang benar bahwa keberhasilan itu harus dibayar
dengan mahal oleh anak cucu bangsa. Kerusakan hutan, eksploitasi sumber daya
alam oleh perusahaan asing yang tidak terkontrol secara baik, harga kebutuhan
pokok yang tidak menentu, kehidupan politik yang terpasung, dan sebagainya.
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan
reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi
dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu,
hampir seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi
tersebut.
Dengan
semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan
nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan
politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indoenesia harus dipimpin oleh orang
yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat.
BAB
III
PENUTUP
- A. Kesimpulan
Sebelum
merdeka, negara Indonesia merasakan pahitnya penjajahan oleh beberapa negara
asing. Dimulai dari Portugis yang pertama kali tiba di Malaka pada tahun 1509.
Keberhasilan Portugis mendorong bangsa Eropa yang lain untuk ikut mencari
untung. Kalau Portugis lebih memusatkan perhatian di Ternate, Spanyol lebih
tertarik bersekutu dengan Tidore. Masa penjajahan Portugis berakhir pada tahun
1602 setelah Belanda masuk ke Indonesia. Belanda masuk ke Indonesia melalui
Banten di bawah pimpinan Cornelius de Houtman. Belanda ingin menguasai
pasar rempah-rempah di Indonesia dengan mendirikan Verenigde Oostindische
Compagnie (VOC) di Banten pada tahun 1602. Setelah 350 tahun Belanda
menguasai Indonesia, pemerintahan Belanda di Indonesia digantikan oleh bangsa
Jepang.
Belanda
menyerah tanpa syarat kepada jepang melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8
maret 1942. Perlawanan terhadap penjajahan Jepang banyak dilakukan di beberapa
daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatra, Jawa, Maluku dan seluruh pelosok
negeri. Sampai kemudian diproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945
di Jakarta.
Keluarnya
Supersemar merupakan awal dari Orde Baru dan sesuai dengan isi dari Supersemar
sejak 11 Maret 1966 Letnan Jendral Soeharto sudah mempunyai hak dan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan isi Supersemar. Karena itu berdasarkan Supersemar
menjadi landasan yuridis Letnan Jenderal Soeharto mengambil langkah-langkah di
segala bidang demi keselamatan negara.
Masa
Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya, masyarakat dapat digambarkan
dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-an laju pertumbuhan penduduk mencapai
2,3% setiap tahun. Dalam tahun tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan
menjadi sekitar 1,6% setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia
mempunyai harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan
hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian bayi
menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1000
kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin meningkatnya pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh adanya Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Reformasi
merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional. Artinya, adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih baik, demokratis berdasarkan
prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan.
Gerakan
reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi
kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan
faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan, krisis
kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang
sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir
seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
0 komentar: