GUNUNG ARGOPURO, SURGA SAVANA DI TIMUR JAWA
Gunung Argopuro di Probolinggo, Jawa Timur, tidak kalah indah dengan Semeru. Anda akan dibuat kagum oleh hamparan savana hijau, dan sejumlah arca peninggalan masa lalu.
Gemuruh roda-roda ular besi bergesekan dengan rel mengawali perjalanan panjang dari Bandung. Tepat pukul delapan malam. Sembilan jam terguncang di atas kereta Kahuripan jurusan Bandung-Lempuyangan.
Sholat subuh, kopi hitam, dan beberapa penganan kecil mengisi perut kami pagi itu. Setelah membeli sekedar bekal, tepat pukul sembilan pagi perjalanan kami lanjutkan kembali menuju Stasiun Probolinggo, menggunakan kereta api Logawa jurusan Purwokerto–Jember.
Tepat 17.30, tibalah kami di Stasiun Probolinggo dengan perut lapar dan muka kusut. Soto Madura dan teh manis hangat menjadi sasaran empuk kami sore itu di Probolinggo. Nikmat sekali kami rasakan soto dan teh manis hangat yang lancar meluncur di teggorokan kami.
Setelah melengkapi perbekalan, kami lanjutkan perjalanan menuju Besuki menggunakan bus antar kota jurusan Banyuwangi. Hampir dua jam tertidur dia tas bus antar kota tersebut, sebelum akhirnya Alun-alun Kota Besuki menyambut kami di temaramnya malam saat itu.
Polsek Besuki menjadi sasaran kita untuk menginap malam itu. Setelah izin dan menyerahkan KTP, pak Hadi (petugas jaga Polsek Besuki malam itu) mengizinkan kita untuk bermalam di sana.
Setelah malam sebelumnya berhasil menghubungi pihak Baderan (titik pendakian), pukul 05.30 kita dijemput dari Polsek Besuki menuju titik pendakian Baderan. Motor melaju bak pembalap Moto-GP di antara Besuki–Baderan yang berjarak 22 km.
Setelah ngobrol tentang jalur pendakian dan mengisi kas pendaki secara sukarela, pukul 07.30 kita mulai pendakian Gunung Argopuro dari batas Jalan Makadam.
Trek yang disajikan cukup menantang, jurang ada di kanan dan kiri. Trek didominasi tanjakan yang lumayan membuat dengkul gemetar, juga debu di trek pendakian yang cepat naik ketika dilewati.
Ada kejadian menarik sekitar pukul 09.00 pagi. Sedang asyik menapaki trek menanjak, kami dikagetkan dengan suara 'grook', yang tidak lain adalah seekor babi hutan yang sedang mencari makan.
Cukup dekat kami dengar, kira-kira satu meter tepat di kiri kami. Kaget dan agak pucat juga, kami takut babi hutan tersebut lari ke arah kami yang saat itu posisi kami lebih bawah dari dataran tempat babi hutan tersebut berada.
Kurang lebih tiga jam kita tapaki trek menanjak yang seakan tak ada habisnya. Sekitar pukul 11.00 kita tiba di pos Mata Air I. Seperti namanya, mata air pertama di trek ini letaknya di sebelah kiri dan menurun.
Tempat untuk bersantai terletak di sebelah kanan agak ke atas, cukup untuk mendirikan tiga tenda dengan posisi kanan adalah jurang dalam yang menganga. Tampak dua buah air terjun lumayan tinggi di bukit seberang pos Mata Air I ini.
Makan siang sudah, kopi hitam plus cemilan di pos Mata Air I juga sudah kami nikmati, perjalanan dilanjutkan menuju pos Mata Air II.
Trek menuju Mata Air II ini sedikit lebih ramah dari trek sebelumnya. Sedikit ada bonus berupa jalan mendatar. Kurang lebih tiga jam kami lalui trek menuju pos Mata Air II.
Di pos ini kami tidak berhenti, karena kami harus kejar target agar tujuan camp hari pertama bisa di pos Cikasur. Dari pos Mata Air II, perjalanan kami lanjutkan menuju Sabana I. Baru sebentar kami berjalan, kembali kami dikagetkan dengan suara babi hutan yang ada tepat di depan kami, kali ini lebih dari satu ekor babi hutan.
Akhirnya kita putuskan untuk menunggu sambil istirahat. Babi-babi hutan tersebut lewat dan tidak menghalangi trek yang akan kami lalui.
Sekitar pukul 16.00 kami tiba di Sabana I. Ah, indah sekali padang sabana ini. Tidak terlalu besar, di tengahnya terdapat satu pohon besar yang menjadi tempat kami menikmati padang sabana sembari minum kopi hitam dan cemilan.
Setengah jam menikmati keindahan sabana tersebut, kami lanjutkan perjalanan menuju pos Cikasur.
Sekitar pukul 18.00, babi hutan memulai ritual mencari makannya. Tepat di ujung lereng menuju sabana II, sang babi hutan sepertinya kaget dengan kehadiran kami. Terlihat besar, hitam, dan berlari ke arah kami.
Akhirnya tanpa dikomando, kami berdua berlarian karena kaget dan takut. Sampailah kami di sabana II dengan nafas tersengal karena berlari ketakutan.
Hari mulai malam, akhirnya tujuan utama pos Cikasur kami lupakan dulu. Kami dirikan tenda di sabana II, selain karena hari sudah malam, kita juga agak takut di depan masih ada Babi-babi hutan lain yang akan mengagetkan kami
Malamnya sempat terjadi gerhana bulan, sehingga suasana di sabana tersebut menjadi sangat gelap. Tidak lama kembali terang, menandakan gerhana bulan tersebut sudah lewat. Saking terangnya, tenda kami seperti di tembak lampu senter raksasa, karena memang tepat menghadap bulan. Indah sekali alam Indonesia ini.
Nyenyak tidur kami malam tadi, walau ada sedikit suara yang membuat kaget malam tadi. Pagi di Sabana II ini sangat indah. Matahari tepat di hadapan tenda kami, suara burung dan lutung bersahutan menyambut pagi di Sabana II.
Sekedar sarapan ringan dan kopi hitam lalu packing, kami lanjutkan perjalanan menuju pos Cikasur. Dari Sabana II memasuki rimbunan ilalang yang lebih tinggi dari kami. Tidak berapa lama, ternyata tempat kami mendirikan tenda sudah sangat dekat dengan pos Cikasur.
Kurang dari pukul 08.00 pagi kami sudah tiba di Cikasur. Cikasur merupakan padang sabana yang sangat luas, di tengahnya terdapat mata air (pendaki biasa menyebutnya sungai Qolbu) yang mengalir sangat jernih membelah sabana.
Aneka burung seperti merak dan burung-burung lain juga lutung, seolah menjadi petugas yang menyambut kami pagi itu tiba di Cikasur. Indah sekali burung merak yang kami lihat pagi itu.
Sayang kamera yang sudah mau habis tidak sanggup mengabadikan burung merak yang di kejauhan tampak membentangkan bulu belakangnya. Sempat juga melihat sekelebat rusa berlari di sini.
Di sabana Cikasur juga terlihat bangunan yang tinggal setengah, yang menurut ceria itu adalah bangunan bekas landasan terbang milik Belanda. Bekas-bekas landasan juga terlihat masih menggurat di sabana yang luas tersebut.
Terbuai kami oleh keindahan Cikasur, pukul 09.30 kami lanjutkan perjalanan panjang menuju pos Cisentor. Keluar masuk hutan dan sabana, setelah menuruni tebing yang agak terjal dan terdapat tanaman yang dapat membuat gatal jika disentuh.
Pukul 12.00 kita tiba di pos Cisentor, mata air juga terdapat di pos ini. Pos Cisentor ini juga merupakan pos yang mempertemukan jalur Baderan dan Bremi. Makan siang, kopi hitam dan cemilan mengantarkan kami untuk packing dan melanjutkan perjalanan menuju pos Rawa Embik.
Dari pos Cisentor naik sedikit ke arah pohon pinus, dilanjutkan dengan trek ilalang-ilalang tinggi yang lumayan menanjak. Berkutat dengan trek menuju pos Rawa Embik, setelah kurang lebih 2,5 jam, akhirnya kita sampai di pos Rawa Embik. Ada pemandangan menarik.
Sedari pos Cisentor menuju pos Rawa Embik, di depan kami terlihat burung jalak paruh kuning yang seakan bergantian mengantarkan kami menuju Rawa Embik. Setiba di Rawa Embik, masih terlihat burung tersebut di sekitar kami, seakan menemani menikmati pesona trek Gunung Argopuro ini.
Tiba di Rawa Embik 15.00, istirahat dan mengisi persediaan air disana (sumber air di Rawa Embik ini merupakan sumber air terakhir sebelum puncak) perjalanan kami lanjutkan menuju Sabana Lonceng (sabana pertigaan puncak).
Sekitar 1,5 jam kami laui trek Rawa Embik-Sabana Lonceng. Pukul 17.30, tibalah kami di Sabana Lonceng. Di Sabana Lonceng ini Edelweiss sangat kaya dan tinggi-tinggi. Kami dirikan tenda tepat di sisi kanan jalur pertigaan dekat pinus.
Malam itu di Sabana Lonceng, ketika asyik tidur, kira-kira pukul 23.00 kami dikagetkan dengan suara geraman seperti macan, tepat sekitar 1 meter di sisi kiri kami tidur. Diam sajalah daripada kenapa-kenapa. Satu jam kemudian sepertinya Macan Kumbang tersebut sudah tidak ada, Alhamdulillah.
Pukul 04.55 pagi saya sudah keluar tenda, sekedar menikmati sunrise dan udara pagi. Pukul 04.55 di Sabana Lonceng sudah seperti pukul 07.00 pagi, terang benderang dengan hawa yang menusuk tulang.
Untuk menghormati kearifan lokal, kami ingin meminta 'izin’ dulu dari Putri Rengganis sebelum menuju Puncak Argopuro dan Puncak Arca. Jadilah Puncak Rengganis tujuan pertama kami pagi itu.
Menuju puncak Rengganis dari Sabana Lonceng, ambil jalan ke arah kiri menanjak, 15 menit kemudian tibalah kami di Puncak Rengganis. Gagahnya Raung, indahnya garis pantai, kawah, dan lautan, kita nikmati di puncak sang Dewi Rengganis ini.
Setelah foto-foto dan menikmati suguhan cantik di puncak Rengganis, kami turun kembali ke Sabana Lonceng. Lanjut menuju Puncak Argopuro yang merupakan titik tertinggi di Gunung Argopuro dengan ketinggian 3.088 Mdpl.
Dari Sabana Lonceng menuju Puncak Argopuro sekitar 45 menit dengan trek yang lumayan terjal. Puncak Argopuro 3.088 Mdpl ditandai dengan papan tanda. Di Puncak Argopuro ini tertutup pohon pinus, tidak seperti di Puncak Rengganis yang dapat melihat pemandangan luar biasa.
Turun sedikit dari Puncak Argopuro dan melintasi punggungan selama 10 menitan, sampailah kami di Puncak Arca dengan papan bertuliskan Puncak Hyang. Terdapat situs seperti Arca yang kepalanya sudah hilang entah ke mana.
Di jalur punggungan antara Puncak Argopuro dan Puncak Arca, terlihat Danau Taman Hidup, bak sebuah mangkuk dan sang Mahameru yang gagah berdiri di kejauhan.
Tidak terlalu lama kami di Puncak Arca dan Puncak Argopuro, kami turun kembali ke Sabana Lonceng tempat kami mendirikan tenda. Sarapan pagi, kopi hitam, dan cemilan telah mengisi kantung perut kami pagi itu, setelah packing, saatnya turun gunung.
Dari Sabana Lonceng, kami ambil jalan lurus membelah sabana menuju pos Cemoro Limo. Trek yang kami lalui berupa turunan terjal yang memang jalur potong kompas dari puncak menuju Cemoro Limo. Alhasil trek yang kita dapat adalah menuruni tebing.
Sekitar 1,5 jam berlalu, sampailah kami di Cemoro Limo, disambut sisa kebakaran hutan yang masih terlihat titik-titik api di sebelah kiri pos Cemoro Limo.
Persediaan air menipis. Untuk memasak nasi tentunya tidak akan cukup. Bang Rudi rekan seperjalanan, akhirnya memutuskan untuk membuka logistik berupa kentang yang akan kami bakar.
Setelah masing-masing dari kami menghabiskan satu buah kentang bakar, perjalanan dilanjutkan menuju Danau Taman Hidup. Kami mendirikan tenda dan menikmati danau di ketinggian lereng gunung Argopuro.
Dari Cemoro Limo kita diharuskan melewati hutan yang baru saja terbakar, dengan rintangan pohon-pohon tumbang yang masih mengeluarkan asap dan merusak trek yang kami lalui. Agak ngeri juga kami lalui trek yang baru terbakar ini, takutnya ketika kami melintas ada pohon tumbang.
Lepas dari trek hutan terbakar, kami lewati ilalang-ilalang tinggi, lalu mulai memasuki hutan. Semakin banyak pohon-pohon tinggi berlumut, menandakan sinar matahari susah untuk menembus hutan tersebut, yang belakangan kami ketahui daerah tersebut bernama Hutan Lumut atau Hutan Taman Hidup.
Total tiga jam lebih kami melalui trek Cemoro Limo sampai Danau Taman Hidup. Sebelum danau kami melewati pertigaan, kami ambil ke kiri untuk menuju danau, dan tibalah kami di Danau.
Tenda telah terpasang, tidak lupa juga kami abadikan Danau Taman Hidup ke dalam otak dan kamera kami masingmasing. Kami lewati malam dengan tidur di sleeping bag di hangatnya buaian alam. Sarapan dan kopi hitam, juga kabut yang menyelimuti Danau Taman Hidup seolah memaksa kami untuk bangun dari mimpi pagi itu.
Danau Taman Hidup pagi itu begitu mempesona kami, asap keluar dari dinginnya air danau. Aaahh, susah untuk diungkapkan dengan kata. Ingin lebih lama tinggal di sini, namun kewajiban jugalah yang memaksa kami untuk beranjak dari surga dunia ini.
Packing selesai, perjalanan turun kami lanjutkan dengan tujuan Basecamp Bremi. Ini tentang panjangnya perjalanan, sabana, ramahnya fauna, hangatnya persahabatan, dan tentang agungnya kuasa Tuhan.
0 komentar: